Thursday, May 9, 2013

There's Only One Fergie!


Hari ini akhirnya datang.

Hari dimana Sir Alex Ferguson memutuskan untuk berhenti dari dunia yang selama ini telah menjadi hidupnya.
Setelah 27 tahun dan 38 trofi, sosok itu akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanannya.

Saya sedang melakukan internal meeting di sebuah ruangan di kantor, ketika saya memutuskan untuk rehat sejenak dan balik ke meja kerja saya. Saya mengecek timeline Twitter dan dari situ saya tau bahwa Sir Alex memutuskan pensiun. Saat itu saya berteriak hingga mengagetkan orang-orang yang ada disana, lalu saya termenung.

Ada rasa yang aneh dalam diri saya ketika tahu bahwa Fergie benar-benar berhenti. Tahun 1997 saya mulai jadi fan United. Di usia 8 tahun saya terkesima setelah melihat gol David Beckham dari tengah lapangan. Dan di ulang tahun saya yang ke-9, sebuah jersey Man United dengan merk abal-abal Austy, dan sepasang sarung tangan bola adalah hadiah yang orangtua saya berikan.

Selama 16 tahun, United telah menjadi lebih dari sekedar klub untuk saya, dan selama itu pula saya selalu melihat sosok yang sama di bench saat United bertanding. Sudah tak terhitung malam-malam yang saya habiskan dengan menonton United dan melihat Fergie di pinggir lapangan. Saya tak bisa membayangkan musim depan sosok itu berganti dengan yang lain. Saya tidak tau United yang tanpa Fergie. Akan sangat aneh rasanya.

Akan sangat aneh karena saya takkan melihat orang tua bermuka merah yang sedang asik mengunyah permen karet di mulutnya. Akan sangat aneh saya takkan menyaksikan wajahnya yang menahan marah jika timnya bermain buruk. Akan sangat aneh karena saya takkan lagi melihat ia melihat jam tangannya saat "Fergie Time", dan akan sangat aneh melihat orang lain membentak-bentak wasit di bench United.

Saya tak pernah membayangkan Fergie akan berhenti. Memang di dunia ini tak ada yang abadi, tapi saya pikir Fergie akan berhenti melatih dalam beberapa tahun lagi. Ternyata ia memutuskan bahwa sekarang adalah saat yang tepat baginya untuk menyelesaikan apa yang telah ia bangun. Kini, setelah begitu lama saya menjadi fan United, saya pun mengerti bagaimana rasanya ditinggal seorang manajer.

Akhir pekan besok, United akan bertanding di Old Trafford sekaligus merayakan pesta juara yang ke-20. Pesta yang sekaligus jadi perpisahan Fergie setelah 27 tahun. Fergie akan mengangkat trofi untuk terakhir kalinya. Pasti akan ada momen khusus dimana ia berpidato di tengah lapangan, mengungkapkan semua yang ingin ia ungkapkan. Sebuah momen yang emosional.

Saya menangis saat menyaksikan pidato perpisahan Gary Neville pada  pertandingan testimonial untuknya. Saya juga menangis saat menyaksikan Paul Scholes melakukan hal yang sama. Entah apa yang akan terjadi nanti saat melihat Fergie berbicara di tengah lapangan untuk terakhir kalinya sebagai manajer Manchester United. Jika ada momen dimana Anda merasa sangat kehilangan seseorang yang bahkan tak pernah Anda kenal, sudah pasti orang itu adalah orang yang meninggalkan kesan bagi Anda. Orang yang spesial.

Ya. Sir Alex Ferguson bukan saja orang yang spesial bagi saya. Tapi ia adalah orang paling spesial bagi Manchester United. Seseorang yang biasa-biasa saja tentu tidak akan dibuatkan patung perunggu di Old Trafford, dan namanya takkan menjadi nama tribun di stadion yang sama. Penghormatan tertinggi yang sangat layak baginya karena selama 27 tahun Fergie hidup dalam kejayaan. Selama 27 tahun ia membangun sebuah peradaban baru, era baru, Era-nya Ferguson.

Akan selalu ada Ryan Giggs baru, Roy Keane baru, David Beckham baru, Cristiano Ronaldo baru, tapi takkan pernah ada Alexander Chapman Ferguson baru.

Terimakasih Sir, atas semua yang telah Anda lakukan. Saya akan menceritakan kisah hidup Anda kepada anak-cucu saya dengan antusias, se-antusias perayaan yang Anda lakukan di bench, saat Manchester United berhasil mencetak gol.