Tuesday, April 17, 2012

Perasaan Menuju 5

Sore ini, tepat pukul 5, aku hanya duduk dan terpana.
Aku baru sadar, yang ke-5 sebentar lagi tiba.
Waktu memang aneh, dia tiba-tiba melesat cepat, begitu saja.
Meninggalkanku yang terombang-ambing, hampir tak bernyawa.

Saat yang ke-3, saat pertama aku bertemu.
Aku tak terlalu berharap, kubiarkan itu mengalir.
Namun Semesta tak ingin itu sekedar berlalu.
Maka merekatlah rasa itu, erat, kuat, tak hanya mampir.

Rasa itu yang telah lama hilang ditelan bingar.
Aku bahkan hampir tak mengenalinya lagi.
Dia pergi, mungkin karena terlalu sering dicecar.
Denganmu, sayang, rasa itu kembali.

Aku seperti narapidana yang sedang menunggu hukuman mati.
Satu per satu kegelapan, wajah yang pernah kusakiti, mulai menghampiri.
Aku tak bisa berpikir jernih, aku mulai kehilangan daya.

Jika ada kata yang mampu mendeskripsikan hal yang sedang kurasakan sekarang,
aku akan memberikan penemunya apa saja yang ia pinta.
Atau jika ada yang bisa membawaku pergi sejauh-jauhnya dan langsung ke-6,
aku rela melakukan apa saja untuknya.

Aku tak siap menghadapi kamu, yang akan berlalu.

Karena sayang, untuk memiliki rasa itu lagi lalu kehilanganmu,
adalah kehilangan terbesar yang aku rasakan sebagai manusia.


(Sore ini, tiba-tiba ada pesan di YM saya. Ternyata dari seorang sahabat. Ia sedang gundah, dengan segala yang ia hadapi. Maka ia meminta saya untuk menuliskan kisahnya. Karena saya sedang tak ada kesibukan, maka saya penuhi permintaannya. Huehehe...

Ia meminta tulisan dalam bentuk lirik yang nantinya akan ia jadikan lagu. Saya coba bikin, ternyata hasilnya seperti puisi. Hehehehe... sorry yes bro, maklum masih pemula.

Inti tulisan ini adalah..... hmm... apa yah... yaaa gitu lah... Coba aja dibaca abis itu tarik kesimpulan sendiri... Hehehe...

Jadi.... setelah menulis sekitar 2 jam dengan (sok) penuh penghayatan, ditemani kira-kira 5 batang rokok, inilah tulisan yang saya buat untuk Anda bung, semoga suka!)









Saturday, April 14, 2012

Jumat Malam yang Sedikit Berbeda

Jumat kemarin saya mencoba melakukan sesuatu yang berbeda di dalam rutinitas harian saya. Saya mencoba datang ke sebuah acara di TIM, bernama Kenduri Cinta. Acara ini dilaksanakan setiap bulan, hari Jumat minggu kedua.

Pukul 8 malam saya tiba di TIM. Setiap saya datang ke TIM, suasananya selalu sama, hangat dan penuh inspirasi. Banyak orang beraktivitas di area terbuka dekat pintu keluar. Ada pedagang yang asyik menjajakan dagangannya, ada anak-anak yang bermain dengan gembira, mahasiswa yang sibuk nongkrong, sampai warga sekitar yang khusyu duduk-duduk sambil merokok. Tempat ini selalu menyambut orang yang datang dengan tangan terbuka.

Malam itu sepertinya ada sebuah pagelaran teater, entah apa, namun disponsori oleh Djarum. Begitu kuatnya logo Djarum terpampang disana, sehingga saya sendiri pun hanya teringat sponsornya, bukan nama pagelarannya.

Pandangan saya jatuh kepada sebuah tenda yang berdiri tegak dekat pintu keluar, tampak crew Kenduri Cinta sibuk melakukan sound check. Terpal-terpal sudah digelar, namun acara belum dimulai. Maka saya dan teman saya memutuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu. Saya memutuskan untuk mencari makanan di luar TIM, karena kalau makan di dalem area TIM, bisa-bisa STNK saya ditahan karena gak sanggup bayar. Hehehe... Maka pergilah saya ke warung pecel ayam dekat toko roti legendaris Tan Ek Tjoan.

Pukul 8.30 kami kembali ke TIM, nampak acara Kenduri Cinta sudah dibuka dengan tadarusan. Saya merapat ke dalam area KC. Acara KC ini adalah acara yang sangat sederhana. "Venue" acaranya sendiri hanya tenda kawinan biasa. Panggungnya terbuat dari kayu yang letaknya di tanah, namun posisinya lebih tinggi dari penonton. Para peserta yang ingin mengikuti acara ini pun diberi tempat duduk berupa terpal yang digelar di tanah. Tak ada kelas festival, apalagi VIP. Semua sama. Semua orang duduk lesehan, mendengarkan orang-orang yang sedang membacakan Al-Quran. Saya duduk di tengah, posisi agak belakang, agar bisa melihat panggung dengan jelas. Suasana masih agak sepi, mungkin hanya sekitar 15 orang yang sudah tiba dan merapat ke panggung.

Setelah tadarusan, pembawa acara membuka dengan prolog tema yang akan dibahas pada malam itu, yaitu "Sumuk", satu per satu orang mulai berdatangan dan mengisi tempat duduk yang kosong. Saya juga turut mendengarkan agar bisa lebih menikmati pembahasannya nanti. Nampak pembawa acara berusaha untuk membawa mood orang yang hadir dengan celotehan yang bersahaja dan penuh canda.

Prolog selesai dan pembahasan pun dimulai. Pembicara mulai memaparkan apa saja yang berhubungan dengan tema tersebut, saya pun sedikit hilang konsentrasi karena pembicaraan sudah agak berat. Selama sekitar 30 menit pembicara berbicara, dibuka sesi tanya jawab. 3 orang bertanya dan menurut saya pertanyaan mereka adalah pertanyaan yang sangat berbobot. Ada seorang kakek yang datang sendiri dari Jawa Tengah. Ia memberikan pandangannya tentang kondisi sekarang. Yang menarik setelah ia berbicara dan ingin balik ke tempat duduknya, ia bertemu dengan temannya. Saya perhatikan lagi, tampak Kakek tersebut berbicara akrab dengan temannya tadi. Entah sudah berapa lama mereka tidak bertemu. Semesta telah berkonspirasi untuk mempertemukan mereka dalam acara Kenduri Cinta.

Ada juga seorang wanita yang berprofesi guru yang memberi tanggapan tentang topik ini, saya tidak terlalu ingat apa saja yang dia bicarakan, yang paling menarik perhatian saya adalah ketika ia bertanya, "Jika agama sudah tidak jadi solusi, lalu apa yang bisa kita harapkan untuk menyelesaikan semua?" Saya berpikir sampai saat ini, dan saya belum menemui jawabannya. Hehehehe...

Sesi pertanyaan selesai dan pembawa acara pun seperti mengerti kondisi penonton yang mulai jenuh, sehingga ini saatnya untuk memberikan sedikit penyegaran. Jadi diputuskan bintang tamu hari itu, Beben Jazz dari Komunitas Jazz Kemayoran beraksi. Dengan hanya bermodal 3 personil - 1 gitaris, 1 bassist, dan 1 drummer - Beben Jazz membawakan musik yang indah, spontan, dan sangat menghibur. Beben juga menceritakan sejarah musik Jazz, apa saja yang ia dapatkan dari musik ini, dan mengapa ia sangat menikmati musik Jazz. Pada satu kesempatan ia berkata, "Saya akan terus main musik dan bisa berguna untuk orang lain. Dan berhenti saja maen musik kalo itu tidak bisa mendekatkan diri kita kepada Tuhan." Kata-kata itu terpatri di hati saya sampai sekarang. Hehehe... Malam itu saya juga sangat beruntung bisa melihat kolaborasi antara Beben Jazz dengan Titi Sjuman. Titi bermain drum langsung dihadapan saya, dan ternyata dia jago banget! Hehehehe....

Pada acara KC kemarin, hadir Sekar Ayu Asmara dan Dewi Umaya. Mereka adalah sineas yang sedang membuat film Pasar Gambir. Film itu menceritakan tentang Ismail Marzuki, komposer, penyair, budayawan, pahlawan nasional Indonesia yang ternyata memiliki kehidupan menarik. Malam itu, saya baru tau kalau lagu nasional yang paling saya suka, Indonesia Pusaka, adalah ciptaan beliau.

Setelah kehadiran Sekar dan Dewi, diskusi dilanjutkan. Sesi kedua ini berjalan agak menarik, namun saya sudah mulai agak bosan. Jadi saya tidak terlalu ingat apa saja yang dibicarakan.
Namun rasa bosan saya hilang ketika Cak Nun akhirnya ikut menjadi pembicara. Bagi saya, aura dan kharisma Cak Nun memang berbeda dibanding yang lain. Dan jujur saja, salah satu alasan saya hadir ke KC adlah karena Cak Nun nya.

Cak Nun berbicara tentang berbagai macam hal. Dari mulai penamaan Malioboro, Al-Quran yang tidak ada celahnya, Tuhan yang menurut dia, "Maha Jazz", sampai kepada cerita tentang Nabi Muhammad. Yang bisa saya tangkap dari gaya berbicaranya adalah: dia pembicara yang ulung. Gaya bicaranya sederhana dan mudah dimengerti, namun dalam tiap kata ia mampu memberikan makna yang dalam. Ditambah lagi kharismanya yang besar. Mungkin kalau Cak Nun ikut MLM, dia sudah ada pada tingkat diamond 4.

Setelah Cak Nun berbicara, hadir 2 orang peludruk: Cak Kartolo dan Cak Safari. Mereka kembali menghidupkan suasana dengan banyolan-banyolan khas Jawa. Saya yang hanya sedikit mengerti bahsa Jawa sudah dibuat terpingkal dengan aksi mereka. Kebetulan disamping saya ada orang yang hampir sepanjang Cak Kartolo dan Cak Safari ngomong dia ikut tertawa. Terbahak-bahak pula. Saya jadi pengen belajar bahasa Jawa..... Cak Kartolo pun ikutan jamming dengan Beben Jazz. Kolaborasi yang unik dan sangat menghibur.

Lagu terakhir dari Beben Jazz adalah Kompor Meledug. Kami semua ikut berdiri dan menyanyikan lagu itu bersama-sama dalam suasana yang akrab dan membumi. KC malam itu ditutup dengan doa bersama. Seluruh orang yang hadir ikut berdiri memanjatkan doa yang dipimpin oleh Ustadz Nursamad Kamba.

Saya mendapatkan banyak ilmu dan wawasan malam itu. Dalam semalam saja saya mendapat ilmu tentang agama, politik, kemanusiaan, hubungan antar manusia, kenegaraan, sejarah Ismail Marzuki, sejarah Jazz dan filosofinya, sejarah Malioboro, obrolan-obrolan yang menginspirasi, kesabaran dalam menunggu (karena acara ini berlangsung sekitar 7 jam), dan banyak lagi.

Namun hal terpenting yang saya dapatkan malam itu adalah: keyakinan akan perjalanan bangsa Indonesia. Saya yakin Indonesia tidak akan pernah benar-benar "gelap" selama acara seperti ini masih ada. Bagi saya, KC adalah pelita. Pijaran-pijaran ilmu yang telah dinyalakan, tak akan pernah berhenti dan mengendap. Dia akan selalu mengalir..... menjadi penawar bagi racun kehidupan yang kita jalani.

Malam itu setelah 7 jam duduk di terpal, disuguhi keakraban yang mengalir dan ilmu yang segudang, saya memutuskan untuk hadir lagi pada acara selanjutnya.

PS: yang mau lihat liputan lengkap dari KC kemarin, sila lihat disini: http://kenduricinta.com/v2/?p=1456