Friday, January 25, 2013

Twitter Mengubah Cara Kita Menonton Sepak Bola


Indonesia adalah surganya sepak bola. Di negeri ini, sepak bola adalah sebuah olahraga yang kharismanya melebihi Ariel Peterpan. Sepak bola, baik lokal maupun mancanegara, selalu punya tempat di hati orang Indonesia. Disinilah siaran liga-liga dunia menancapkan kukunya dengan begitu dalam. Bahkan jauh mengalahkan liga lokal. Siaran liga dunia ini menghipnotis para penontonnya dengan sajian permainan terindah sejagat raya.

Dengan begitu banyaknya orang yang menyukai sepak bola, tak heran jika hampir setiap hari TV Indonesia dijejali pertandingan sepak bola. EPL, La Liga, Lega Calcio, Bundesliga, Champions League, ISL, IPL, bahkan partai-partai pemanasan antar negara atau klub, tak pernah luput dari siaran TV kita.

Tak bisa dipungkiri bahwa perkembangan industri sepak bola Eropa mulai menjadikan benua Asia sebagai dasar pijakannya. Di tempat yang jauhnya ribuan kilometer, justru disanalah permainan ini begitu tumbuh dan berkembang, layaknya poster-poster Caleg saat Pilkada.

Sementara itu, Twitter di Indonesia adalah sebuah media sosial yang cukup banyak penggunanya. Pengguna Twitter  di Indonesia adalah nomor 5 yang terbanyak di dunia. Jumlah twit di Indonesia juga nomor 3 di dunia. Jakarta dan Bandung menempati peringkat 1 dan 6 dalam jumlah kepadatan twit. Hal ini membuktikan bahwa orang Indonesia itu bawel-bawel. Oh iya, 1 lagi, 20,15% trending topic yang berasal dari Indonesia, berhubungan dengan sepak bola. Sebuah hal yang cukup menarik.

Dari sini timbul sebuah hubungan yang saling berkaitan antara perkembangan sepak bola dan perkembangan Twitter di Indonesia. Hal inilah yang membuat saya mencoba membahasnya dalam bentuk tulisan. Sengaja saya fokuskan pada liga-liga dunia karena untuk urusan liga lokal, tentunya lebih nikmat jika nonton di stadion. Selain karena saya kurang mengerti tentang kebiasaan penonton liga Indonesia. Secara umum sih, semestinya tidak berbeda jauh yah.

Baik, kita mulai pembahasannya.

Dahulu kala, sebelum adanya Twitter, menonton sepak bola hanya tentang duduk manis di depan TV, menyiapkan cemilan dan segelas minuman, serta membaca prediksi line up tim favorit di tabloid Bola. Atau jika big match berlangsung, biasanya nobar digelar di rumah salah seorang teman (biasanya yang punya TV paling besar), makanan dan minuman pun dibeli secara patungan. Semudah dan sesederhana itu.

Namun, semua hal itu berubah drastis ketika wabah Twitter juga menjangkiti para penggila bola. Kini, menonton bola tak lagi semudah dan sesederhana itu.

1 hari sebelum sebuah pertandingan digelar, info-info paling aktual dari tim favorit biasanya berkeliaran di timeline. Baik dari akun resmi klub, akun-akun fans klub di Indonesia, atau portal-portal berita. "John Terry kabarnya tak menghadiri sesi latihan terakhir menghadapi Newcastle, karena cedera", atau "Kaka tegaskan tekadnya untuk kembali masuk di line up Real Madrid". Twit-twit semacam itu sangatlah lazim kita temui di timeline Twitter 1 hari menjelang laga. Lalu dalam tempo sesingkat-singkatnya, kita juga ikut masuk dalam pusaran kebisingan timeline, dengan ikut meretweet twit tersebut, sambil menambahkan sedikit komentar agar terlihat lebih berbobot.

1 jam sebelum pertandingan, mulailah aktivitas timeline dengan pengumuman line-up pemain yang akan berlaga, disertai prediksi taktik yang akan digunakan oleh tim favorit. Disini kita seakan-akan berperan sebagai manajer tim dengan mengomentari line-up tim. "Yah, kok Totti gak main sih? Padahal perannya dibutuhin banget buat ngebuka ruang di pertahanannya Catania!!" atau "Duh, kenapa Nani yang dimaenin? Orang masih outperform gitu jugak! Gimana sih Fergie!". Ya, 1 jam menjelang laga dimulai, banyak bibit-bibit manajer baru yang tersebar di timeline. Bibit-bibit manajer dengan portofolio membawa AC Milan treble atau membawa FC Porto unbeaten........ di game Football Manager.

30 menit sebelum pertandingan, saatnya perang chant. "We're Man United, we'll do what we want! #GGMU" , "Walk on! Walk on! With hope in your heart! #YNWA". Slogan-slogan seperti #HalaMadrid, #ForzaMilan, atau #COYG bertebaran dengan riuhnya di timeline. Biasanya ditambahkan dengan sedikit (atau mungkin banyak, tergantung orangnya dan lawannya), ejekan untuk tim lawan.

Pertandingan dimulai. Banyak sekali orang yang menonton sambil terus mengupdate Twitternya. Dan mereka melakukan itu hampir setiap menit. "Lah, gimana sih itu Hamsik, masa kaya gitu gak gol. Blo'on!", "Anjrit Buffon keren banget save nya barusan!". Atau hal-hal remeh lain yang sebenarnya gak penting-penting banget.

Sebelum ada Twitter, ketika menonton sepak bola dan terjadi gol, kita hanya cukup berteriak "GOL!" lalu mengepalkan tangan diatas sambil tersenyum penuh passion. Di era Twitter, tidak sesimple itu lagi. Jika terjadi gol, hal yang pertama dilakukan adalah menekan tuts keyboard di HP, lalu mengupdate status, "Golllllllllllllllllll Messsiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii!!! Gokil!!!! #ViscaBarca!". Perayaan gol emosional secara real, urusan nanti. Yang penting terlihat emosional dulu di Twitter. Sehingga menimbulkan kesan die hard fans yang selalu penuh passion saat menonton klub favorit bertanding. Padahal, mungkin kita menonton pertandingan itu dengan mata terkantuk-kantuk, bahkan sedikit terpejam.

Tak cuma saat gol saja, bahkan hampir semua hal yang terjadi di lapangan, turut juga dituliskan di timeline. Saya sih cuma bisa bertanya-tanya tentang kenikmatan apa yang dicapai seseorang saat menonton bola sambil Twitteran? Bukankah itu merupakan sebuah distraksi dari kenikmatan tontonan yang sedang disaksikan? Bagaimana mungkin kita fokus terhadap 2 hal secara bersamaan, dan bisa seimbang dalam menikmati kedua hal tersebut? Come on! Kita bukan wanita yang diberkahi Tuhan dengan kemampuan multi tasking. Tapi, semua orang memang punya caranya masing-masing.

Sebelum ada Twitter, ketika pertandingan sudah berakhir, mungkin beberapa diantara kita banyak yang langsung tidur atau menunggu pertandingan selanjutnya sambil masak Indomie. Atau sekedar berbincang-bincang dengan temen yang juga ikutan nonton. Sesederhana itu.
Tapi semenjak adanya Twitter, medan perang di lapangan, pindah ke timeline. Timeline ramai dengan adu bacot antar suporter kedua tim. Disinilah tensi mulai panas. Bahkan ada yang sampai berantem sampai bawa-bawa harga diri dan kebanggaan masing-masing. Berantem di Twitter, apalagi alasannya hanya karena membela sebuah tim sepak bola? Sangat dewasa dan bernyali sekali. Mereka layak masuk film The Expandables ke-3 dan menantang Chuck Norris berkelahi.
Banyak juga yang mengomentari tentang jalannya pertandingan. Taktik kedua tim, man of the match di pertandingan tersebut, diakhiri dengan hashtag slogan tim favorit. "Secara permainan udah bagus banget, tapi lagi-lagi lini belakangnya rapuh! #GGMU", atau "Skema 4-3-3 nya kurang mulus nih. Masih butuh beberapa perbaikan. #KTBFFH". Lagi-lagi bibit-bibit manajer bertebaran di timeline.

Sebenarnya perilaku-perilaku yang saya sebutkan diatas menunjukkan besarnya kebutuhan akan pengakuan eksistensi sebagai penggemar sebuah tim di ranah Twitter. Bukan hal buruk sih, wajar saja, tapi lebih baik lagi jika di dunia nyata, passion untuk tim favorit ya memang seperti yang ditunjukkan di Twitter. Atau dalam kata lain kita bukan cuma ikut-ikutan saja agar terlihat sebagai seorang die hard fans yang paham dan mengerti seluk beluk sebuah tim. Namun, tak usah ambil pusing juga dengan orang-orang yang cuma ikut-ikutan. Karena di dunia maya, kita bisa menjadi siapa saja, dengan karakter dan sifat apa saja. Woles aja bro.

Jadi, disadari atau tidak, Twitter memang mengubah cara kita dalam menonton sepak bola. Mungkin ada orang-orang yang lebih suka dengan cara-cara klasik menonton sepak bola. Jauh dari HP, fokus pada pertandingan, dan benar-benar menikmati setiap detil yang terjadi di lapangan. Atau malah ada  yang lebih suka dengan cara baru menonton bola. Sambil menonton juga sambil mengetik dan liat-liat timeline. Detil-detil pertandingan bukan sesuatu yang harus diagung-agungkan, toh sudah ada teknologi replay. Atau bahkan ada yang lebih suka dengan campuran keduanya, yaitu hanya mengetik timeline ketika half time atau full time saja. Tiga cara ini sebenarnya sah-sah saja, karena bicara tentang kenikmatan dan kenyamanan pribadi, indikator-indikatornya sangat subjektif.

Tulisan kali ini memang hanya membahas pengaruh Twitter dalam mengubah cara kita menonton sepak bola. Sebenarnya masih banyak sudut pandang, tema, dan bahan tulisan yang lain, dengan ruang pembahasan yang lebih luas tentang kuatnya pengaruh sebuah media sosial akan perkembangan sepak bola secara global. Namun, dibutuhkan waktu yang banyak, pengamatan yang mendalam, bahan yang komprehensif dan, kemauan yang kuat untuk menghasilkan tulisan yang benar-benar maknyus. Tidak seperti tulisan kali ini yang hanya bermodalkan pengamatan ringan saja, dan waktu yang tidak terlalu banyak.

Yang pasti sih, perkembangan dunia sepak bola akan berkaitan erat sekali dengan perkembangan komunikasi manusia, baik secara nyata, maupun maya. Jadi, mari kita tunggu saja perkembangannya dalam beberapa tahun ke depan, sambil tak melupakan cara-cara "tradisional" dalam menikmati sepak bola itu sendiri.













Wednesday, January 23, 2013

Surat Terbuka untuk Tuhan

Tuhan, aku sepenuhnya sadar bahwa sesungguhnya Engkau pemilik jiwa raga ini.
Yang tak pernah aku sadari adalah, bahwa nikmat yang Kau berikan ini sesungguhnya agak terlalu berlebihan untukku.
HambaMu ini sesungguhnya terlalu hina untuk kau beri nikmat yang begitu hebat ini, Tuhan.
Aku merasa tak pantas mendapatkannya.

Memang, sepanjang tahun lalu, naik - turunnya hidup kurasakan sangat dekat denganku.
Mungkin itu caraMu untuk membuatku belajar.
Untuk jadi dewasa dan lebih sabar menghadapi segala yang terjadi.
Atau untuk menyadarkanku,
tentang tak berartinya diriku menghadapi segala kekuatanMu.
Alhamdulillah, semua telah kujalani dengan baik, walau tak sempurna.

Dan kini, ketika aku baru saja membuka lembar-lembar putih hidupku, setelah sekian lama aku tersesat dalam hitamnya lubang yang kuciptakan sendiri, Kau justru memberiku sesuatu yang bahkan aku sendiri tak pernah membayangkan sebelumnya.
Kau seperti menunjukkan kebenaran janji-Mu.
Bahwa siapa yang terus bersyukur padaMu, Kau akan tambah terus nikmatnya.

Padahal, aku merasa tak sebaik dan sebersyukur itu, Tuhan.
Aku terlalu sering melupakanMu.
Aku masih tertatih-tatih untuk menjalankan perintahMu.
Aku hanyalah manusia yang sedang belajar untuk intim denganMu.
Namun dalam sekejap, Kau tambahkan nikmatMu ini, bahkan dalam level yang menembus akal sehatku sendiri.
Sungguh, aku tak pantas mendapatkannya, Tuhan.

Tuhan, kini aku datang. Untuk jadi tamu di Baitullah-Mu.
Di dalam megahnya Masjidil Haram, badanku bergetar hebat.
Kulihat Ka'bah di tengahnya, tak kuasa ku menahan tetes air mataku.
"Subhanallah, mimpi apa aku semalam? Kok bisa-bisanya aku berada disini?", terdiamku dalam kebisingan tanya di hati.
Lalu kau gerakkan jiwa ragaku untuk memenuhi panggilanMu.
Aku tak percaya, bahwa kini aku sedang mengitari sebuah bangunan yang menjadi kiblat umat muslim di seluruh dunia.
Tempat yang bahkan tak pernah kupikirkan, dalam imajinasi terliarku sekalipun.
"Apakah aku pantas mendapatkan semua ini?", hanya itu yang melintas di pikiranku.
Jawabannya masih belum bisa kutemukan.

Tuhan, di Masjid Nabawi-Mu, aku merasa damai yang paling damai, yang pernah kurasakan selama ini.
Kau memberiku waktu untuk bisa bertamu ke makam kekasihmu, Muhammad SAW.
Sungguh, sebuah momen yang sangat aku syukuri. Karena kesempatan ini belum tentu datang dua kali.
Lagi-lagi aku merasa tak pantas mendapatkannya, Tuhan.

Tuhan, kesempatan yang Kau berikan untukku disini, sungguh telah memanusiakan aku.
Tentu saja ini merupakan cara-Mu agar aku mengenal diriku lebih dari sebelumnya.
Karena kini aku sadar bahwa untuk mengenalMu, aku harus mengenal diriku sendiri terlebih dahulu.
Dengan lebih mengenal diri sendiri, aku berharap bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Menjadi manusia yang Kau luruskan jalannya, dan Kau terangi hatinya.

Tuhan, aku ini berawal dariMu, dan berakhir juga padaMu.
Tunjukanlah jalan yang lurus padaku, jalan untuk menuju Engkau.
"Ihdinash shiraatal mustaqim. Shiraatal ladzina an'am ta' alaihim ghairil maghdhuubi' alaihim wa ladh dhaaliin".
Terangilah jalan itu dengan kasihMu.
Lindungilah aku dalam perjalananku kembali padaMu.
Hingga di saat aku harus kembali padaMu, aku ada di kondisi yang tak jauh dariMu.

Tuhan, dengan semua kelemahan dan kekuranganku, aku ucapkan terima kasih dan puji syukur untuk semuanya.
Sesungguhnya, semua hal yang terjadi padaku adalah atas semua kehendakMu.
Setiap hembusan nafasku adalah atas izinMu.
Setiap mili dari sel-sel tubuhku bergerak atas perintahMu.
Karena itu jadikanlah aku manusia yang ikhlas dalam menjalani hidup, manusia yang selalu bertawakal, dan tak pernah berputus asa atas rahmatMu.

Subhanallah walhamdulillah wa la ilaha illallah wallahu akbar. Wa lahaula wala quwata illa billah.

Sekian dulu, Tuhan, maaf kalau aku menyita waktuMu.
Aku hanya menggunakan hak ku sebagai hambaMu untuk berbicara denganMu melalui tulisan ini.
Semoga Engkau tak keberatan dengan ini semua dan Kau kabulkan semua permintaanku. Amin.