Wednesday, January 23, 2013

Surat Terbuka untuk Tuhan

Tuhan, aku sepenuhnya sadar bahwa sesungguhnya Engkau pemilik jiwa raga ini.
Yang tak pernah aku sadari adalah, bahwa nikmat yang Kau berikan ini sesungguhnya agak terlalu berlebihan untukku.
HambaMu ini sesungguhnya terlalu hina untuk kau beri nikmat yang begitu hebat ini, Tuhan.
Aku merasa tak pantas mendapatkannya.

Memang, sepanjang tahun lalu, naik - turunnya hidup kurasakan sangat dekat denganku.
Mungkin itu caraMu untuk membuatku belajar.
Untuk jadi dewasa dan lebih sabar menghadapi segala yang terjadi.
Atau untuk menyadarkanku,
tentang tak berartinya diriku menghadapi segala kekuatanMu.
Alhamdulillah, semua telah kujalani dengan baik, walau tak sempurna.

Dan kini, ketika aku baru saja membuka lembar-lembar putih hidupku, setelah sekian lama aku tersesat dalam hitamnya lubang yang kuciptakan sendiri, Kau justru memberiku sesuatu yang bahkan aku sendiri tak pernah membayangkan sebelumnya.
Kau seperti menunjukkan kebenaran janji-Mu.
Bahwa siapa yang terus bersyukur padaMu, Kau akan tambah terus nikmatnya.

Padahal, aku merasa tak sebaik dan sebersyukur itu, Tuhan.
Aku terlalu sering melupakanMu.
Aku masih tertatih-tatih untuk menjalankan perintahMu.
Aku hanyalah manusia yang sedang belajar untuk intim denganMu.
Namun dalam sekejap, Kau tambahkan nikmatMu ini, bahkan dalam level yang menembus akal sehatku sendiri.
Sungguh, aku tak pantas mendapatkannya, Tuhan.

Tuhan, kini aku datang. Untuk jadi tamu di Baitullah-Mu.
Di dalam megahnya Masjidil Haram, badanku bergetar hebat.
Kulihat Ka'bah di tengahnya, tak kuasa ku menahan tetes air mataku.
"Subhanallah, mimpi apa aku semalam? Kok bisa-bisanya aku berada disini?", terdiamku dalam kebisingan tanya di hati.
Lalu kau gerakkan jiwa ragaku untuk memenuhi panggilanMu.
Aku tak percaya, bahwa kini aku sedang mengitari sebuah bangunan yang menjadi kiblat umat muslim di seluruh dunia.
Tempat yang bahkan tak pernah kupikirkan, dalam imajinasi terliarku sekalipun.
"Apakah aku pantas mendapatkan semua ini?", hanya itu yang melintas di pikiranku.
Jawabannya masih belum bisa kutemukan.

Tuhan, di Masjid Nabawi-Mu, aku merasa damai yang paling damai, yang pernah kurasakan selama ini.
Kau memberiku waktu untuk bisa bertamu ke makam kekasihmu, Muhammad SAW.
Sungguh, sebuah momen yang sangat aku syukuri. Karena kesempatan ini belum tentu datang dua kali.
Lagi-lagi aku merasa tak pantas mendapatkannya, Tuhan.

Tuhan, kesempatan yang Kau berikan untukku disini, sungguh telah memanusiakan aku.
Tentu saja ini merupakan cara-Mu agar aku mengenal diriku lebih dari sebelumnya.
Karena kini aku sadar bahwa untuk mengenalMu, aku harus mengenal diriku sendiri terlebih dahulu.
Dengan lebih mengenal diri sendiri, aku berharap bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Menjadi manusia yang Kau luruskan jalannya, dan Kau terangi hatinya.

Tuhan, aku ini berawal dariMu, dan berakhir juga padaMu.
Tunjukanlah jalan yang lurus padaku, jalan untuk menuju Engkau.
"Ihdinash shiraatal mustaqim. Shiraatal ladzina an'am ta' alaihim ghairil maghdhuubi' alaihim wa ladh dhaaliin".
Terangilah jalan itu dengan kasihMu.
Lindungilah aku dalam perjalananku kembali padaMu.
Hingga di saat aku harus kembali padaMu, aku ada di kondisi yang tak jauh dariMu.

Tuhan, dengan semua kelemahan dan kekuranganku, aku ucapkan terima kasih dan puji syukur untuk semuanya.
Sesungguhnya, semua hal yang terjadi padaku adalah atas semua kehendakMu.
Setiap hembusan nafasku adalah atas izinMu.
Setiap mili dari sel-sel tubuhku bergerak atas perintahMu.
Karena itu jadikanlah aku manusia yang ikhlas dalam menjalani hidup, manusia yang selalu bertawakal, dan tak pernah berputus asa atas rahmatMu.

Subhanallah walhamdulillah wa la ilaha illallah wallahu akbar. Wa lahaula wala quwata illa billah.

Sekian dulu, Tuhan, maaf kalau aku menyita waktuMu.
Aku hanya menggunakan hak ku sebagai hambaMu untuk berbicara denganMu melalui tulisan ini.
Semoga Engkau tak keberatan dengan ini semua dan Kau kabulkan semua permintaanku. Amin.





































2 comments: