Wednesday, September 28, 2016
Cerita tentang Perih di Dada dan Angin di Luar Jendela
Monday, September 26, 2016
Dalam Selamat Tinggal Selalu Ada Harapan
Kamu bukan ratu, tapi kami tetap memujamu
Bukan dewi, tapi kami tetap mengikuti
Bukan bintang, tapi kamu tetap terang
Tentangmu yang punya mimpi besar, kami sudah tahu
Yang bekerja keras untuk itu, kami sudah tahu
Yang telah menghabiskan banyak luka dan air mata, itu juga kami tahu
Kami hanya tak tahu sejauh mana kamu akan melangkah
Entah di panggung bercahaya dengan kamu di pusatnya
Atau di layar perak yang mampu membuat dunia bersorak
Hari ini kami antar kamu dengan doa dan dukungan
Semoga kamu bisa meraih apa yang kamu impikan
Dan ingatlah, disaat kamu lemah oleh berbagai terpaan
Kami ada untuk menjadi harapan
Untukmu... wanita tangguh
Berjalanlah dengan tenang hingga sampai di tujuan
Sesungguhnya kamu punya orang-orang yang bisa memberi kekuatan
Jakarta, 4 Agustus 2015
Untuk Sang Novinta
Thursday, June 9, 2016
Malam Ini Kita Menuju Abadi
Tapi ingatan itu, akan hidup abadi dalam benak
seperti tamu pertama tawanan paling kesepian di penjara.
Api di dada dan cahaya di mata
adalah modal mu untuk berguna dan memberi bahagia.
Terus kobarkan dan jangan meredup.
Karena ribuan senyum adalah pertanda bahwa kamu dalam ingatan itu
akan terus bergema dan mustahil terlupa.
Coba ingat lagi
bukankah untuk itu kita hidup?
Thursday, June 2, 2016
Luapan yang Telah Menunggu Lama
Orang banyak salah kaprah.
Hanya menilai berdasarkan apa yang ada di wajah.
Saat melihat ku duduk di meja coklat kayu jati sambil membaca buku puisi, mereka tersenyum geli. Di pikirannya tak mungkin aku takluk oleh bait-bait indah ini.
Bukan soal mengikuti apa yang sedang digemari. Tapi ini puisi, saripati keindahan hidup.
Dan setiap kali bersentuhan dengannya, aku selalu kalah.
Aku cuek saja. Kuselami halaman demi halaman. Tenggelam dalam dunia yang belum sempat aku jamah.
Dalam tiap lembar nya, ada imajinasi yang menyala. Berpijar-pijar memohon keluar.
Aku tak tahan! Sudah terlalu lama tak merangkai huruf demi huruf. Kata demi kata. Menjadi kalimat-kalimat keresahan jiwa.
Kutumpahkan semua di media maya. Sedikit-sedikit, hingga aku tak sadar. Tahu-tahu, satu puisi sudah selesai.
Ya... Ini yang sedang kau baca.
Nikmatilah. Sebebasnya. Tanpa perlu takut salah kaprah.